Wednesday, March 7, 2018

Edukasi


Masa Mencoreng

Murmiyati Hadi Santoso

                “Ma… tulis-tulis…” kata seorang anak usia dua-tiga tahunan sambil mendekati ibunya.
                “Ya sayang… sebentar ya?” jawab sang ibu yang masih asyik mengiris-iris wortel.
                “Mama… tulis-tulis…” kata anak itu lagi.
                “Nanti ya? Mama selesaikan masak dulu…” sang ibu mencoba menenteramkan.
                “Mama… tulis-tulis…’’ sang anak mulai merengek.
                Mendengar anandanya merengek sang ibu mengambilkan spidol yang biasa digunakan anak untuk belajar menulis.
                “Ini…?” kata sang ibu, sambil menyerahkan spidol.
                Kemudian dia kembali melanjutkan kegiatannya. Mengiris wortel, menyiapkan masakan untuk makan siang. Dia merasa tenang karena si kecil tidak lagi mengganggu. Si kecil yang sudah memegang spidol merah dengan senang mencoba membuat goresan. Yang pertama dia lakukan di kursi makan. Menggores-menggores…
                “Mama… tulis-tulis…” si kecil melaporkan hasil karyanya pada ibunya.
                “Ya sayang…” jawab sang ibu tanpa menengok. Tangannya baru asyik mencuci sayuran.
                Si kecil melanjutkan kegiatannya, menggores dinding. Menggores dan menggores, tanpa bentuk. Asyik sekali dia menggores seperti mendapat kesenangan yang tidak habis-habisnya. Agak lama sang ibu tak memperdulikan apa yang dilakukan si kecil, sampai dia mengingatnya. Saat menengok dia masih melihat si kecil menuangkan idenya di tembok. Sang ibu terpekik.
                Wadow…. Jangan sayang…”
                Tapi semua sudah terlanjur, dinding ruang makan sudah penuh goresan dengan spidol merah.
                Mengapa hal itu bisa terjadi?
Kita yang memperkenalkan dan mengajarkan pada anak untuk memegang pena serta mencoba menggunakannya. Kita yang mengajarkan pada anak untuk menggambar. Memberi contoh, dan mengarahkan anak untuk dapat menggerakkan tangan dan jari-jarinya agar dapat menggambar dengan baik. Kita akan merasa senang sekali saat melihat anak mulai bisa memegang pena, bisa menggores. Walau goresan itu belum berbentuk, hanya sekedar goresan tanpa arti. Tetapi kita menghargai usahanya. Setelah anak itu suka memegang dan berlatih membuat goresan, kita kadang membunuh ekspresi mereka dengan memarahi karena membuat goresan di dinding ruang tamu yang baru saja di cat.
Memahami perkembangan anak, merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Karena sebenarnya tugas kitalah untuk mengamati hal itu. Dengan mengikuti perkembangan anak secara cermat, kita akan mengetahui kapan masa mencoreng pada anak dimulai. Sehingga kita bisa mengantisipasi mereka berekspresi di tembok, meja atau tempat yang lain yang tidak semestinya.
Viktor Lowenfeld dan Lambert Brittain (1970) dalam Creative and Mental Growth mengatakan bahwa tahap perkembangan seni rupa anak dibagi menjadi tiga periodisasi yaitu :  1) masa coreng moreng,2) masa prabagan dan 3) masa bagan. Kita akan focus pada satu masa, yaitu masa coreng moreng. 
                Masa coreng moreng adalah sebuah masa dimana anak merasa senang membuat goresan-goresan. Masa ini ketika anak berusia sekitar dua tahun atau bahkan sebelumny sesuai dengan perkembangan motoric tangan dan jarinya yang masih menggunakan motoric kasar.  Hal ini dapat kita buktikan dengan melihat anak yang melubangi atau meluaki kertas yang dia gunakan untuk melukis. Atau menggambar.  Goresan-goresan yang dibuat oleh anak pada masa ini adalah goresan yang belum menampilkan suatu objek. Pada awalnya goresan ini dilakukan hanya karena mengikuti gerak motoric anak semata.
Pada tahap pertama ini anak hanya mampu menghasilkan goresan terbatas. Goresan dengan arah vertical atau horizontal. Hal ini berkaitan dengan kemampuan motoric anak yang masih menggunakan motoric kasar. Pada perkembangan berikutnya goresan sudah mampu menggoreskan dengan arah yang bervariasi, termasuk sudah mulai mampu membuat bentuk lingkaran.
Periode ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu : 1) corengan tak beraturan, 2) corengan terkendali dan 3) corengan bernama.
Pada tahap mencoreng tak beraturan, anak akan menggambar dengan cara sembarangan, hasil yang didapatpun belum jelas , karena kegiatan mencoreng ini walau disukai namun karena anak mencoba menggores tanpa melihat kertas atau papan yang disediakan. Maka anak belum bisa menggores bentuk lingkaran walaupun dia dengan semangat yang tinggi akan mencobanya.
Tahap  berikutnya yaitu tahap corengan terkendali. Pada tahap sudah tercipta adanya koordinasi dan kerjasama antara visual dan motoric. Hal ini terbukti dengan adanya pengulangan goresan, baik itu goresan vertical, horizontal ataupun bentuk lengkung.
Corengan bernama ada pada tahap terakhir. Hal ini ditandai dengan kemampuan anak untuk mengontrol goresannya. Pada tahap ini  anak sudah mulai berani memberi nama hasil goresannya, mobil, ayah, ayam, ikan dan yang lain. Anak mulai mengekspresikan idenya dengan goresan dan mencoba mengemukakan pendapatnya dengan memberi nama.
                Pada masa coreng moreng ini kita sering kuwalahan menghadapi anak. Mengapa? Karena pada masa ini anak akan sering berekspresi di sembarang tempat. Bahkan dinding yang baru saja selesai kita cat dengan cat barupun tak luput dari sasaran aksi anak. Mereka akan menunjukkan dengan rasa bangga hasil goresannya. Yang penting dia merasa senang karena mampu menemukan hal baru.
                Kegiatan membuat goresan inilah yang sering membuat kita marah dan menganggap anak sudah melakukan kesalahan. Sering terjadi kita melarang setelah melihat anak memberikan goresan   di dinding, di lemari, di meja atau justru di kertas-kertas dokumen penting tanpa sepengetahuan kita.  Anak menggores di tempat-tempat tersebut karena anak merasa senang mendapat tempat yang lapang, yang sesuai dengan keinginan untuk berekspresi.  Walaupun hal itu sering kita anggap sangat merugikan.
                Bagaimana cara mengantisipasi agar anak tak mencoreng di sembarang tempat?
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan membiasakan anak untuk menggores di kertas  yang kita sediakan. Pada saat anak ingin menggores, kita harus tanggap. Segera   menyiapkan kertas atau papan khusus agar anak nyaman berekspresi. Pada saat anak ingin menggores di tembok, kita berikan pengertian bahwa menggores sebaiknya di kertas atau di tempat yang sudah disediakan. Mungkin beberapa kali anak akan tetap berusaha untuk menggores di tembok, saat itulah tugas kita untuk mengalihkan perhatian dan meminta mereka menggores pada tempat yang sudah disediakan.
Kita juga bisa mengajarkan pada anak untuk menggores pada kertas atau kanvas. Siapkan waktu khusus untuk belajar bersama anak. Kita siapkan kertas dan pena. Berikan juga pada anak, kertas dan pena, lalu ajaklah mereka membuat goesan pada kertas tersebut seperti yang kita lakukan. Dengan sering mengajak anak menggambar bersama tentu akan tertanam dalam otak anak bahwa itulah cara menggores yang benar.
Melihat atau mengunjungi lomba lukis juga merupakan satu sarana untuk memperkenalkan anak pada kegiatan menggores atau melukis. Pada saat melihat atau mengunjungi lomba ini selain membuat hati anak senang, kita juga bisa  menunjukkan contoh dan penjelasan bagaimana seharusnya kita menggores atau melukis.

artikel ini dimuat pada Majalah Mentari edisi Mei 2016



No comments:

Post a Comment