Masa Mencoreng
Murmiyati Hadi Santoso
“Ma… tulis-tulis…” kata seorang
anak usia dua-tiga tahunan sambil mendekati ibunya.
“Ya sayang… sebentar ya?” jawab
sang ibu yang masih asyik mengiris-iris wortel.
“Mama… tulis-tulis…” kata anak
itu lagi.
“Nanti ya? Mama selesaikan masak
dulu…” sang ibu mencoba menenteramkan.
“Mama… tulis-tulis…’’ sang anak
mulai merengek.
Mendengar anandanya merengek
sang ibu mengambilkan spidol yang biasa digunakan anak untuk belajar menulis.
“Ini…?” kata sang ibu, sambil
menyerahkan spidol.
Kemudian dia kembali melanjutkan
kegiatannya. Mengiris wortel, menyiapkan masakan untuk makan siang. Dia merasa
tenang karena si kecil tidak lagi mengganggu. Si kecil yang sudah memegang
spidol merah dengan senang mencoba membuat goresan. Yang pertama dia lakukan di
kursi makan. Menggores-menggores…
“Mama… tulis-tulis…” si kecil
melaporkan hasil karyanya pada ibunya.
“Ya sayang…” jawab sang ibu
tanpa menengok. Tangannya baru asyik mencuci sayuran.
Si kecil melanjutkan
kegiatannya, menggores dinding. Menggores dan menggores, tanpa bentuk. Asyik
sekali dia menggores seperti mendapat kesenangan yang tidak habis-habisnya.
Agak lama sang ibu tak memperdulikan apa yang dilakukan si kecil, sampai dia
mengingatnya. Saat menengok dia masih melihat si kecil menuangkan idenya di
tembok. Sang ibu terpekik.
“Wadow…. Jangan sayang…”
Tapi semua sudah terlanjur,
dinding ruang makan sudah penuh goresan dengan spidol merah.
Mengapa hal itu bisa terjadi?
Kita
yang memperkenalkan dan mengajarkan pada anak untuk memegang pena serta mencoba
menggunakannya. Kita yang mengajarkan pada anak untuk menggambar. Memberi
contoh, dan mengarahkan anak untuk dapat menggerakkan tangan dan jari-jarinya
agar dapat menggambar dengan baik. Kita akan merasa senang sekali saat melihat
anak mulai bisa memegang pena, bisa menggores. Walau goresan itu belum
berbentuk, hanya sekedar goresan tanpa arti. Tetapi kita menghargai usahanya.
Setelah anak itu suka memegang dan berlatih membuat goresan, kita kadang
membunuh ekspresi mereka dengan memarahi karena membuat goresan di dinding
ruang tamu yang baru saja di cat.
Memahami
perkembangan anak, merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Karena
sebenarnya tugas kitalah untuk mengamati hal itu. Dengan mengikuti perkembangan
anak secara cermat, kita akan mengetahui kapan masa mencoreng pada anak
dimulai. Sehingga kita bisa mengantisipasi mereka berekspresi di tembok, meja
atau tempat yang lain yang tidak semestinya.
Viktor
Lowenfeld dan Lambert Brittain (1970) dalam Creative and Mental Growth mengatakan
bahwa tahap perkembangan seni rupa anak dibagi menjadi tiga periodisasi yaitu
: 1) masa coreng moreng,2) masa prabagan
dan 3) masa bagan. Kita akan focus pada satu masa, yaitu masa coreng
moreng.
Masa
coreng moreng adalah sebuah masa dimana anak merasa senang membuat
goresan-goresan. Masa ini ketika anak berusia sekitar dua tahun atau bahkan
sebelumny sesuai dengan perkembangan motoric tangan dan jarinya yang masih
menggunakan motoric kasar. Hal ini dapat
kita buktikan dengan melihat anak yang melubangi atau meluaki kertas yang dia
gunakan untuk melukis. Atau menggambar. Goresan-goresan
yang dibuat oleh anak pada masa ini adalah goresan yang belum menampilkan suatu
objek. Pada awalnya goresan ini dilakukan hanya karena mengikuti gerak motoric
anak semata.
Pada
tahap pertama ini anak hanya mampu menghasilkan goresan terbatas. Goresan
dengan arah vertical atau horizontal. Hal ini berkaitan dengan kemampuan
motoric anak yang masih menggunakan motoric kasar. Pada perkembangan berikutnya
goresan sudah mampu menggoreskan dengan arah yang bervariasi, termasuk sudah
mulai mampu membuat bentuk lingkaran.
Periode
ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu : 1) corengan tak beraturan, 2) corengan
terkendali dan 3) corengan bernama.
Pada
tahap mencoreng tak beraturan, anak akan menggambar dengan cara sembarangan,
hasil yang didapatpun belum jelas , karena kegiatan mencoreng ini walau disukai
namun karena anak mencoba menggores tanpa melihat kertas atau papan yang
disediakan. Maka anak belum bisa menggores bentuk lingkaran walaupun dia dengan
semangat yang tinggi akan mencobanya.
Tahap
berikutnya yaitu tahap corengan
terkendali. Pada tahap sudah tercipta adanya koordinasi dan kerjasama antara
visual dan motoric. Hal ini terbukti dengan adanya pengulangan goresan, baik
itu goresan vertical, horizontal ataupun bentuk lengkung.
Corengan
bernama ada pada tahap terakhir. Hal ini ditandai dengan kemampuan anak untuk
mengontrol goresannya. Pada tahap ini
anak sudah mulai berani memberi nama hasil goresannya, mobil, ayah,
ayam, ikan dan yang lain. Anak mulai mengekspresikan idenya dengan goresan dan
mencoba mengemukakan pendapatnya dengan memberi nama.
Pada masa coreng moreng ini kita
sering kuwalahan menghadapi anak. Mengapa? Karena pada masa ini anak akan
sering berekspresi di sembarang tempat. Bahkan dinding yang baru saja selesai
kita cat dengan cat barupun tak luput dari sasaran aksi anak. Mereka akan
menunjukkan dengan rasa bangga hasil goresannya. Yang penting dia merasa senang
karena mampu menemukan hal baru.
Kegiatan membuat goresan inilah
yang sering membuat kita marah dan menganggap anak sudah melakukan kesalahan.
Sering terjadi kita melarang setelah melihat anak memberikan goresan di dinding, di lemari, di meja atau justru
di kertas-kertas dokumen penting tanpa sepengetahuan kita. Anak menggores di tempat-tempat tersebut
karena anak merasa senang mendapat tempat yang lapang, yang sesuai dengan
keinginan untuk berekspresi. Walaupun
hal itu sering kita anggap sangat merugikan.
Bagaimana cara mengantisipasi
agar anak tak mencoreng di sembarang tempat?
Salah
satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan membiasakan anak untuk menggores di
kertas yang kita sediakan. Pada saat
anak ingin menggores, kita harus tanggap. Segera menyiapkan kertas atau papan khusus agar
anak nyaman berekspresi. Pada saat anak ingin menggores di tembok, kita berikan
pengertian bahwa menggores sebaiknya di kertas atau di tempat yang sudah
disediakan. Mungkin beberapa kali anak akan tetap berusaha untuk menggores di
tembok, saat itulah tugas kita untuk mengalihkan perhatian dan meminta mereka
menggores pada tempat yang sudah disediakan.
Kita
juga bisa mengajarkan pada anak untuk menggores pada kertas atau kanvas.
Siapkan waktu khusus untuk belajar bersama anak. Kita siapkan kertas dan pena.
Berikan juga pada anak, kertas dan pena, lalu ajaklah mereka membuat goesan
pada kertas tersebut seperti yang kita lakukan. Dengan sering mengajak anak
menggambar bersama tentu akan tertanam dalam otak anak bahwa itulah cara
menggores yang benar.
Melihat
atau mengunjungi lomba lukis juga merupakan satu sarana untuk memperkenalkan
anak pada kegiatan menggores atau melukis. Pada saat melihat atau mengunjungi
lomba ini selain membuat hati anak senang, kita juga bisa menunjukkan contoh dan penjelasan bagaimana
seharusnya kita menggores atau melukis.
artikel ini dimuat pada Majalah Mentari edisi Mei 2016
No comments:
Post a Comment